Menurut Masinton, pergantian menteri dengan sosok baru dari luar koalisi dinilai tidak efektif. Terlebih hanya tinggal menyisakan satu tahun masa pemerintahan. Agar program dapat berjalan, ia menganjurkan agar para wakil menteri diangkat menjadi menteri tanpa mengambil sosok baru di luar kementerian.
RUANGPOLITIK.COM – Ketua Departemen Bidang Pemerintahan di DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menegaskan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden.
Selain itu, ia menekankan bahwa pihaknya tidak mempersoalkan jika kursi menteri diserahkan ke parpol di luar koalisi pemerintahan. Toh, menurutnya, saat ini istilah koalisi pemerintahan juga sudah kabur dan tidak jelas.
“Dengan sistem begini, kan jadi nggak jelas juga. Maksudnya partai-partai yang dalam pemerintahan (pasangan capres-cawapres yang didukung pada Pemilu 2024) calonnya beda-beda. Udah nggak jelas ini semuanya,” tukas Masinton Pasaribu kepada Rupol Rabu (11/10/2023).
Di sisi lain, menurut Masinton, pergantian menteri dengan sosok baru dari luar koalisi dinilai tidak efektif. Terlebih hanya tinggal menyisakan satu tahun masa pemerintahan. Agar program dapat berjalan, ia menganjurkan agar para wakil menteri diangkat menjadi menteri tanpa mengambil sosok baru di luar kementerian.
“Ya iyalah (tidak efektif), posisi menteri ada wakil-wakilnya. Kalau mau, suruhlah (wakil menteri) lanjutin. Yang udah tahu lebih awal tuh (program-program kementerian). Menteri Pertanian ada wakil menterinya. Kenapa nggak dinaikin aja gitu ya, lebih efektif. Ya… suruh aja lanjutin, kan karena lebih paham situasi internalnya,” imbuhnya.
Pernyataan Masinton ini senada dengan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto, reshuffle di dinamika politik yang kian hangat saat ini kurang kondusif. Namun pergantian posisi menteri itu bisa dilakukan dengan sejumlah catatan, salah satunya terkait adanya keterlibatan persoalan hukum.
“Isu reshuffle dalam situasi sekarang ya tentu saja kurang kondusif. Kecuali ada menteri yang karena aspek-aspek hukum atau berhalangan, tapi reshuffle dapat dilakukan atau presiden juga memiliki opsi dalam menugaskan menteri-menteri yang lain untuk bertindak sebagai menteri ad interim,” kata Hasto di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).
Dalam kesempatan yang berbeda, Hasto mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal bertemu dengan para ketua umum partai politik koalisi terlebih dahulu sebelum reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju.
“Sebelum reshuffle, akan dilakukan komunikasi politik dengan para ketua umum partai yang mengusung beliau, khususnya PDI Perjuangan,” kata Hasto di gedung High End, kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2023).
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah mengaku mendengar sekilas kabar tawaran kursi kepada Demokrat. “Kabar itu selentingan saya dengar. Namun apakah itu sesuatu yang pasti, tentu Pak Jokowi dan Pak SBY yang persis mengetahuinya,” kata Said kepada wartawan, Rabu (4/10/2023).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR ini berpesan agar Partai Demokrat tetap menjaga kekompakan di dalam kabinet apabila reshuffle itu benar dilakukan. Dia berharap menteri dari Partai Demokrat nantinya membawa kesuksesan pada pemerintahan Jokowi di ujung masa jabatannya.
“Kami juga berharap, kalaupun Partai Demokrat masuk ke dalam kabinet, tetap menjaga kekompakan di dalam kabinet, tidak ada kegaduhan, apalagi kekecewaan dari kawan-kawan koalisi dari partai-partai yang selama ini bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju,” kata Said.
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan sudah lama Partai Demokrat diisukan masuk koalisi pemerintahan ketika ada isu reshuffle kabinet. Publik juga bisa menebak bahwa kursi menteri sangat menggiurkan bagi Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang gagal menjadi bakal cawapres Pilpres 2024.
Pertemuan Jokowi dan SBY itu, ujar Adi, sebagai salah satu pertunjukan politik. Menurutnya, Jokowi ingin menunjukkan sekali lagi mampu menjinakkan lawan-lawan politiknya.
“Bahwa ini bagian bagaimana Jokowi menjinakkan lawan-lawan politik, yaitu dengan cara merangkul dan menjadikan mereka menjadi kawan,” kata dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tersebut kepada media.
Adi mengingatkan, belum lama ini, SBY menuding adanya intervensi kekuasaan yang ingin mengatur pemilu berlangsung dengan dua poros. Demokrat bahkan sangat agresif mengkritik Jokowi selama pemerintahannya. Dengan itu, Jokowi ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa dia mampu menjinakkan kelompok-kelompok oposisi yang selama ini galak dan menyalak dari luar.
“Bahwa oposisi itu ini hanya persoalan tidak mendapatkan kekuasaan. Bukan sebuah pilihan politik. Oposisi ini satu kemungkinan, karena nggak ditawari selama ini. Jadi Jokowi ingin tunjukkan kepada orang-orang bahwa kelompok-kelompok yang selama ini galak ternyata bisa ditaklukkan hanya dengan secuil kekuasaan,” ujarnya.
Adapun Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin mengatakan pertemuan tersebut sebagai tindak lanjut bergabungnya Partai Demokrat ke koalisi Prabowo. Menurut Ujang, Jokowi terkesan merestui langkah tersebut. Namun ia menilai tawaran menteri dari Jokowi tidak cuma-cuma.
Dengan itu, lanjut Ujang, ada barter politik. Jokowi mendorong agar SBY berkenan mendukung anak Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo. Namun skenario itu dapat berjalan jika gugatan batas usia cawapres dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Jokowi menawarkan Gibran sebagai cawapres. Di saat yang sama, Demokrat diajak masuk ke koalisi. Ketika ada reshuffle, misalkan Menpora, gitu ya, atau kita tidak tahu, apakah Mentan atau KLHK,” kata Ujang kepada media.
Di sisi lain, menurut Ujang, ini menjadi kesempatan emas bagi Partai Demokrat, yang sudah satu dekade berada di luar pemerintahan. Termasuk kesempatan berharga juga bagi AHY setelah pupus harapan menjadi wapres, kini terbit tawaran menteri bagi partainya. Bagi AHY, kesempatan itu dapat digunakan untuk menambah portofolio karena selama ini ia sering disebut miskin pengalaman di politik pemerintahan.
Editor: B. J Pasaribu
(Reshuffle