Termasuk Cak Imin juga memiliki basis yang luas, sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja dan bahkan ketua umum Partai PKB itu memiliki modal politik yang besar untuk di tawarkan menjadi cawapres nantinya. “Saya kira itu yang menjadi daya tarik dari mereka bertiga.
RUANGPOLITIK.COM —Polarisasi politik dalam aspek suku, etnis, dan agama dinilai menjadi salah satu penentu kemenangan di setiap Pilpres di Indonesia. Dari segi etnis, Jawa dan KTI menjadi wilayah yang selalu menentukan karena penduduknya yang besar.
Sekarang, asumsi peta politik, wilayah Jawa Tengah itu dikuasai bakal calon presiden (bacapres) PDIP, Ganjar Pranowo.
Sementara di Jawa Barat, menjadi basis Prabowo Subianto. Pada Pilpres 2019, Prabowo-Sandi unggul di Jawa Barat dengan perolehan suara 16 juta. Sementara pasangan Jokowi-Ma’ruf hanya 10 juta dari 27 juta lebih hak pilih.
Meski demikan, pada Pilpres 2024 nanti juga belum pasti bisa dimenangkan kembali oleh Prabowo karena diketahui bacapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan itu lahir di Jawa Barat. Meskipun bukan keturunan Sunda asli.
Sehingga, Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia dinilai menjadi penentu. Sehingga siapa pun cawapres yang bisa mewakili Jawa Timur dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) itulah pemenang Pilpres 2024.
Analis politik Unhas, Adi Suryadi Culla menyebut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menteri Polhukam Mahfud MD, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin adalah figur kuat untuk menjadi cawapres.
Ketiganya memiliki peluang berdasarkan kualitasnya masing-masing. Mulai dari Khofifah yang di mana saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur dan berperan penting sebagai ketua Umum PP Muslimat NU selama 20 tahun lamanya.
“Kemudian punya pengalaman sebagai politisi perempuan yang menyebabkan Khofifah memungkinkan untuk dapat tawaran menjadi cawapres,” ujar Adi.
Sama dengan Mahfud MD yang dikenal luas dengan kiprahnya sebagai cendekiawan, Mahkamah Konstitusi, dan Menkopolhukam. “Dia memiliki pendukung yang tak sedikit tentunya,” katanya.
Termasuk Cak Imin juga memiliki basis yang luas, sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja dan bahkan ketua umum Partai PKB itu memiliki modal politik yang besar untuk di tawarkan menjadi cawapres nantinya. “Saya kira itu yang menjadi daya tarik dari mereka bertiga.
Namun meski begitu, dari ketiga figur tersebut, Khofifah menjadi calon terkuat di antara ketiganya untuk maju sebagai cawapres. Khofifah digadang-gadang akan menjadi wakil dari Anies Baswedan.
Sebab Koalisi perubahan saat ini tengah dalam posisi yang tidak stabil sebab masing-masing dari partai pengusung menginginkan untuk mengusung kader mereka menjadi cawapres.
“Paling dekat itu kelihatannya Khofifah dengan Anies, kelihatannya di tengah kekalutan koalisi perubahan, mereka akan mendarat di calon alternatif di luar dari calon yang di ajukan oleh partai pengusung,” ungkapnya.
Namun untuk Mahfud hingga saat ini masih belum terlihat partai mana yang akan mengusungnya jika saja ada yang menginginkannya maju sebagai cawapres.
“Kecuali kalau ada keputusan di tingkat elite partai-partai yang tersisa untuk menentukan pencalonan pendamping calon presiden,” tutupnya.
Mewakili KTI
Analis politik Unhas Ali Armunanto memandang dari ketiga figur tersebut, yang paling kuat saat ini adalah Mahfud MD.
Hal itu kata dia jika melihat dari beberapa survei yang ada, menunjukkan tingkat popularitas dan elektabiltas Mahfud MD yang lebih bagus melampaui Khofifah dan Cak Imin.
“Walaupun misalnya, tidak bisa dipungkiri bahwa bagaimana tokoh seperti Khofifah yang juga punya peran di Jawa Timur dan juga Cak Imin yang memiliki pengaruh luas,” katanya.
Di Indonesia bagian Timur, menurut Ali, siapa pun dari ketiga ini bisa mewakili. Yang penting bisa menciptakan branding asosiatif dengan orang Indonesia bagian Timur.
Namun, untuk saat ini, ia melihat yang paling dekat dengan Indonesia Timur adakah Khofifah karena almarhum suaminya Parawansa adalah orang Takalar.
Hanya saja, Ali menekankan bahwa, juga tidak dinamikkan bahwa dalam konteks branding politik, itu tidak perlu ada relasi darah. Terpenting bisa membangun asosiasi yang dibutuhkan terhadap branding yang ingin diciptakan, maka itu bisa juga memberikan efek luar biasa.
“Misalnya pada 2019, Sandiaga Uno dianggap sebagai keturunan Wajo. Lalu, Ma’ruf Amin diberi gelar bangsawan di Takalar,” jelasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)