RUANGPOLITIK.COM — Akrobat politik sepertinya tengah terjadi ditengah gegap gempita parpol melakukan konsolidasi menghadapi Pemilu 2024. Bagaimana tidak sejumlah pihak merasa ada yang janggal atas Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu. Dalam poin lima, hakim memerintahkan tahapan pemilu diulang dari awal sejak putusan diucapkan, yaitu 2 Maret 2023 hari ini. Artinya, 2 tahun 4 bulan dan 7 hari dari hari ini adalah 9 Juli 2025.
Keanehan dalam bahasa politik yang satir dikemukakan oleh pengamat politik Ujang Komarudin, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) saat dihubungi RuPol, Kamis (2/3/2023).
“Keputusan ini lucu terkait gugatan perdata, kalau dianggap tidak memenuhi syarat dalam proses verifikasi faktual. Tapi yang diputuskan kok penundaan pemilu? kan lucu. Jadi keputusan satu partai mengalahkan tahapan yang sudah berjalan semuanya.Jadi nggak tahu logika apa yang dipake hakim sehingga pemilu itu ditunda. jangan-jangan ini ada skenario ingin menunda pemilu. Ini bahaya!” ungkapnya.
Ujang juga melihat seperti ada skenario terselubung yang menginginkan pemilu ditunda.
“Jadi kita semua harus waspada terkait dengan agenda menunda pemilu.
Jangan-jangan pintu masuknya melalui ini keputusan pengadilan negeri Jakpus ini.
Keputusan yang sudah diketok, keputusan ini aneh dan lucu karena gugatan perdata tapi dibalas hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat dengan putusan menunda tahapan pemilu. Ini lucu di Republik +62 ini,” ucapnya dengan satir.
Dosen ilmu politik ini juga melihat ada kejanggalan dari hasil keputusan hakim yang dianggap justru tidak pas malah mengkaitkannya dengan penundaan pemilu.
“Mestinya ini diputuskan gugatan itu ya misalkan bahwa KPU untuk menerima partai Prima menjadi peserta pemilu dan lain sebagainya. Tapi ini lucu langsung loncat ke tahapan penundaan pemilu yang 2 tahun lebih itu tidak dilaksanakan. Ini lucu tapi faktanya ada dan terjadi,” ungkapnya.
Namun ia menilai, apapun keputusan peradilan itu harus dihormati. Namun ia mengkritik wacana penundaan pemilu ini sangat berbahaya.
“Tentunya kita prihatin ya, walau keputusan hakim harus kita hormati sebagai sebuah keputusan hukum tetapi keputusan hukum kan tidak berdiri sendiri. Pasti terikat dan terkait dengan keputusan politik juga. Ini yang harus ditelusuri yang membahayakan kalau pemilu sampai ditunda dari dimulai dari corong pengadilan negeri ini. Tentunya harus kita kawal dan waspadai skema-skema penundaan pemilu jangan sampai ini menjadi angin segar bagi bagi kelompok tertentu melegitmasi penundaan pemilu,” imbaunya.
Oleh karena itu seluruh rakyat indonesia harus waspada terkait dengan adanya keputusan hakim tersebut.
“Keputusan hakim harus kita hargai, kita hormati tetapi di saat yang sama sebagai rakyat Indonesia harus kritis. Keputusan itu apakah berdiri sendiri, apakah independen, atau di intervensi oleh kekuatan tertentu, dan yang lain. Ini yang harus kita baca dan harus kita lihat,” urainya dengan prihatin.
‘Ya jangan sampai ada permainan, ada udang dibalik batu dengan keputusan yang lucu itu keputusan yang loncat-loncat gugatan perdata. Mestinya kalo mau dikabulkan gugatan itu ya mestinya partai Prima mendapatkan hak menjadi peserta pemilu bukan membatalkan pemilunya itu sendiri. Oleh karena itu kita curigai sebagai keputusan yang janggal, harus diselidiki, harus diinvestigasi, harus diperiksa hakim-hakimnya. Walaupun keputusan hukumnya ini mesti dihormati.
Lebih lanjut Ujang menilai, keputusan ini harus dipertanyakan lebih lanjut dan rakyat diminta untuk bisa menyikapinya dengan kritis bahwa ini bukan hal kecil, ada hal besar yang patut dipertanyakan dibalik keputusan hakim tersebut.
“Tapi kita patut curiga kalau ada udang dibalik batu atas adanya keputusan ini. Kalau ada permainan politik dibalik itu. Kita ini negara hukum jadi hukumnya masih bisa dipermainkan. Jadi rakyatnya patut curiga dengan keputusan itu,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)