RUANGPOLITIK.COM — Wakil Sekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengajukan diri ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pihak terkait dalam sidang gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, lebih spesifik mengenai sistem pemilu proporsional tertutup Pengajuan itu diwakilkan oleh Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) Partai Demokrat.
“Permohonan ikut sebagai pihak terkait dikarenakan kalau proporsional tertutup dikabulkan, maka pihak terkait selaku bakal caleg tidak mempunyai ruang dan peluang untuk berkompetisi di dapilnya,” kata Mehbob Sabtu (21/1/2023).
Menhob menjelaskan Jansen Sitindaon melalui BHPP Partai Demokrat mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut via online di MK. Pendaftar tersebut telah tercatat di Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 8/PAN.ONLINE/2023 tertanggal 20 Januari 2023.
Mehbob menjelaskan alasan Partai Demokrat menolak sistem pemilu proposional tertutup, karena rakyat tidak akan bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Selain itu, sistem pemilu tertutup dianggap sebagai perampasan hak suara rakyat dalam pesta demokrasi.
Mehbob menyebut sistem pemilu proposional tertutup jauh dari semangat reformasi yang menghendaki demokrasi yang sehat di Indonesia. Ia berharap agar MK tetap konsisten terhadap putusan No 22/24/PPU/VI/2008 tanggal 23 Desember 2008.
“Bahwa sistem proporsional tertutup adalah kemunduran demokrasi dan pengkhianatan terhadap demokrasi,” ujar Mehbob.
Kritikan juga disampaikan oleh Demokrat atas ikut campurnya KPU dalam membicarakan sistem pemilu tertutup yang akhirnya menjadi kisruh. Menurut Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dari Fraksi Partai Demokrat Bambang Purwanto menilai bawah Ketua KPU RI Hasyim Asyari telah memunculkan kesan bahwa Mahkamah Konstitusi atau MK sebagai lembaga pesanan penguasa.
Hal itu disoroti Bambang Purwanto lantaran pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang menyampaikan bahwa Pemilu 2024 kemungkinan dengan sistem proporsional tertutup yang saat ini sedang digugat oleh beberapa orang ke MK.
Ketua KPU juga terkesan telah
“Ketua KPU juga menyampaikan bahwa dulu yang memutus proporsional terbuka kan MK jadi yang bisa merubah untuk jadi proporsional tertutup juga mestinya MK, pernyataan ini seakan – akan bahwa MK itu merupakan Lembaga pesanan Penguasa,” kata anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dari Fraksi Partai Demokrat Bambang Purwanto,Sabtu,(7/1/2023).
Padahal, lanjut Bambang, keputusan MK tidak mungkin di anulir kembali oleh Mahkamah sendiri, sama halnya dengan “bunuh diri”.
Ia menegaskan, sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan pesan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Nagara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila. Artinya, kekuasaan ada ditangan rakyat.
“Yang berarti bahwa rakyat berhak untuk memilih pemimpin maupun wakil nya untuk menjalankan amanah dalam mengurus negara berdasarkan sila-sila dalam Pancasila,” ucapnya.
Jadi, tegas Bambang, musyawarah melalui perwakilan itu sebuah proses penyelenggaraan negara dalam mewujutkan masyarakat adil makmur. Karenanya, sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan Konstitusi dan telah berjalan dengan baik.
Sementara, proporsional tertutup semua penyelenggara negara sangat tergantung oleh Partai. Hal ini cukup berbahaya lantaran tidak sesuai dengan azas demokrasi dan bisa mengarah kepada faham komunisme bahwa semua dibawah kendali partai.
Karena itu, sebaiknya KPU fokus terhadap tupoksi dalam mengemban amanah melaksanakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Kemudian, makukan penegakan hukum bersama-sama dengan Bawaslu RI agar dapat menghilangkan money politik yag selama ini makin merajalela.
“Karena seperti ada pembiaran dari penyelnggara Pemilu, akhirnya kualitas Pemilu dipertanyakan. Komitmen mencegah terjadinya money politik dari Ketua KPU dan Bawaslu lebih penting ketimbang ngurusi sistem Pemilu,” kritik Bambang.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)