RUANGPOLITIK.COM — Sebelumnya Ismail Bolong pernah bernyanyi jika ia pernah menyetor uang ke petinggi Polri terkait tambang ilegal. Mantan anggota Polri berpangkat Ajun Inspektur Satu itu menyebutkan dirinya menjalankan bisnis batu bara tanpa konsesi izin. Uang yang ia setor sejumlah Rp miliar dalam tiga tahap pada 2021.
Akhirnya, Ismail Bolong memenuhi panggilan penyidikan. Setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam di Bareskrim Polri ia ditetapkan sebagai tersangka, Rabu (7/12) dan resmi menggunakan baju oranye.
Selain Ismail Bolong, penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur. Jadi total ada tiga orang dalam kasus ini.
“Ketiga tersangka, yaitu BP selaku penambang batu bara tanpa izin, RP sebagai kuasa direktur PT EMP, dan IB selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama (EMP),” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/12).
Kasus ini, kata Nurul, berdasarkan laporan polisi nomor LP: A/0099/II/2022/SPJR Dittipiter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal.
Menurut Nurul, kegiatan tambang ilegal ini sudah berlangsung sejak awal November 2021. Kegiatan itu bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi yang terletak di Kalimantan Timur.
“Lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara ini hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB,” kata Nurul.
Nurul mengungkap peran Ismail Bolong dan kedua tersangka lain dalam kasus ini.
Menurut dia, tersangka BP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Kemudian tersangka RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Sedangka Ismail Bolong, kata Nurul berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain. “Dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan,” kata dia.
Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Penyidik juga menjerat tersangka dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan.
“Rencana tindak lanjut sampai dengan saat ini penyidik masih melengkapi berkas perkara untuk kepentingan penuntutan dan peradilan,” kata Nurul.
Dalam perkara ini, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa 36 damtruck, tiga unit telepon genggam berikut SIM card, tiga buah buku tabungan dan tumpukan batu bara hasil penambangan ilegal di terminal khusus dan di lokasi TKP2B PT SB serta dua buah eksavator dan dua bundle rekening koran.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)