RUANGPOLITIK.COM — Pengesahan RKHUP menjadi UU terus menjadi kontroversi. Pasalnya DPR dan Pemerintah tidak melakukan kajian secara intensif dan meminta pendapat masyarakat terlebih dahulu. Bahkan saat sidang pengesahan RKHUP ini Ketua DPR dan 285 orang anggota DPR absen. Yang hadir secara fisik hanya berjumlah 18 orang.
Rapat paripurna pengesahan RKUHP hanya dihadiri secara fisik oleh 18 orang anggota dewan dari semua fraksi. Sisanya, 108 orang hadir secara virtual dan 164 orang izin. Sedangkan sebanyak 285 dari total 575 anggota DPR absen dalam rapat pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Paripurna ke-11 masa siang II tahun 2022-2023, Selasa (2/12).
“Rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh hadir fisik 18 orang, virtual 108 orang, izin 164 orang,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan sidang pada awal rapat.
“Jadi total ada 290 orang dari 575 anggota DPR RI dan dihadiri oleh anggota dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI,” ujarnya melanjutkan.
Meski hanya dihadiri 18 anggota dewan secara fisik, Dasco menyatakan rapat telah menunjukkan kuota forum alias kuorum.
Rapat itu akhirnya mengesahkan RKUHP sebagai UU setelah disetujui di tingkat pertama yakni di Komisi III pada Kamis (24/11) lalu. Beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? ,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat Paripurna hari ini.
“Setuju!’ jawab peserta.
Semua fraksi menyatakan setuju terhadap pengesahan RKUHP. Hanya PKS yang memberikan catatan terhadap sejumlah pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.
Anggota fraksi PKS, Iskan Lubis pun keluar sidang setelah permintaannya untuk berbicara selama tiga menit sebelum pengesahan RKUHP ditolak Dasco selaku pimpinan sidang.
Dasco menganggap Iskan menolak persetujuan fraksinya di tingkat Komisi. Iskan pun menuding ketua harian DPP Partai Gerindra itu diktator karena tak memberikan kesempatan berbicara.
Sikap fraksi PKS dalam pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi Undang-Undang tidak konsisten yang dilakukan oleh Iskan Qolba Lubis yang tiba-tiba menentang KUHP dalam rapat paripurna.
Iskan melakukan aksi walk out atau meninggalkan lokasi rapat karena permintaan Fraksi PKS untuk menghapus sejumlah pasal tak diakomodir.
Padahal, fraksi PKS jelas sudah menandatangani draf KUHP baru itu di pembahasan tingkat I. Dalam dokumen yang diterima, seluruh tanda tangan fraksi terpatri dalam beleid KUHP baru tersebut. Tak ada penolakan dari fraksi terhadap beleid.
Pada dokumen itu juga tertulis jika fraksi PKS menyetujui draf KUHP dengan catatan.
Fraksi PKS sepakat RKUHP ini dilanjutkan berdasarkan perundang-undangan. Dokumen itu ditantangani langsung oleh pimpinan fraksi PKS DPR RI. Tanda tangan Jazuli Juwaini selaku Ketua dan Ledia Hanifa sebagai Seketaris termaktub dalam dokumen tersebut.
Sikap fraksi PKS ini juga dipertanyakan sejumlah pihak, termasuk Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. Yasonna menyentil sikap fraksi PKS yang tiba-tiba tidak sepakat tapi ikut menandatangani beleid KUHP.
“Itu mekanisme demokrasi, jadi itu sah pendapat beliau. Karena PKS sendiri memang sudah menyampaikan pendapat setuju dengan catatan, catatan itu ada menjadi memori, menjadi catatan pembahasan Undang-Undang ini ada catatannya,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Beleid hukum pidana terbaru ini akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
“Setuju,” jawab peserta rapat Paripurna.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)