Pernyataan Ketua KPK RI Firli Bahuri kemarin, yang akan membuka kembali kasus tindak pidana korupsi yang dikenal publik dengan Kardus Durian perlu mendapatkan apresiasi
RUANGPOLITIK.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mendalami lagi kasus ‘Kardus Durian’, yang sempat menyeret nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Pernyataan tersebut, langsung mendapat dukungan dari PBNU yang ikut mendorong KPK, agar kasus tersebut dapat dituntaskan sampai selesai.
Wakil Sekjen PBNU Imron Rosyadi, bahkan memberikan apresiasi terhadap KPK, karena telah membuka lagi kasus tersebut.
“Pernyataan Ketua KPK RI Firli Bahuri kemarin, yang akan membuka kembali kasus tindak pidana korupsi yang dikenal publik dengan Kardus Durian perlu mendapatkan apresiasi,” ujarnya kepada wartawan setelah pernyataan Ketua KPK itu, Jumat (28/10/22).
Aktivis dan juga cendekiawan NU Dr Sholeh Basyari, mengaku kaget dengan gerak cepat pengurus PBNU dalam memberikan apresiasi.
Hal ini menjadi kontraproduktif, jika dibandingkan dengan sikap ketika Bendahara Umum (Bendum) PBNU Mardani Maming juga tersangkut kasus korupsi.
“Cepat sekali pernyataannya keluar, seakan-akan (PBNU) mendukung pemberantasan korupsi oleh KPK. Sementara pada kasus Mardani Maming mereka pasif, bahkan cenderung terkesan seperti melindungi,” ujar Sholeh melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Sabtu (29/10/2022).
Perbedaan sikap PBNU dalam menyikapi kasus yang menyeret nama Muhaimin Iskandar dengan Mardani Maming itu, membuat munculnya aroma politis di tubuh PBNU.
Hal ini juga berbanding terbalik dengan pernyataan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf, yang berkali-kali menegaskan akan membawa NU menjauh dari politik.
“Pernyataan itu seperti memberi legitimasi kepada KPK, bahwa PBNU mendukung pengungkapan kasus itu. Iya, kita semua mendukung KPK sebagai instrumen hukum untuk mendalami lagi kasus itu. Tapi kenapa pada pada kasus Maming, PBNU tidak proaktif seperti itu? Harusnya dari awal sudah mendukung dan nonaktifkan Maming dari Bendum PBNU. Itu jika memang betul-betul konsen pada pemberantasan korupsi,” sambung Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) itu.
Posisi Muhaimin Iskandar sebagai Ketum PKB, tidak bisa lepas dari NU. PKB merupakan partai yang lahir dari rahim NU dan menjadi perpanjangan tangan aspirasi NU di parlemen.
“Jadi jangan hanya untuk memperjuangkan aspirasi, PKB dipakai. Tapi di luar itu, PKB seakan-akan berada di luar rumah. Cak Imin itu NU Kultural, tidak ada yang berani membantah itu,” tegasnya.
Baca juga:
Terkait-kasus-kardus-duren-aktivis-nu-kpk-jangan-terjebak-dinamika-politik/
Sebagai informasi, Bendum PBNU Mardani Maming, sebelumnya dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK, dalam kasus suap izin tambang di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Sepanjang berbulan-bulan perjalanan kasus tersebut, posisi Maming tetap dipertahankan sebagai Bendum PBNU.
Untuk kasus yang menyeret nama Ketum PKB Muhaimin Iskandar, adalah kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Papua pada 2011.
Dalam kasus ini 2 orang pejabat teras di Kementerian Tenaga Kerja dan 1 orang pihak swasta menjadi tersangka.
Kasus itu terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, yang sempat mengamankan uang sebesar Rp 1,5 milyar dalam kardus durian. Pengakuan pihak swasta yang memberi suap, uang itu untuk Muhaimin Iskandar yang waktu itu menjabat Menteri Tenaga Kerja.
“Kita mendukung upaya KPK mendalami lagi kasus itu, cuma kita berharap KPK jangan terjebak dinamika politik. Karena kasus ini sudah lebih 10 tahun dan setiap akan gelaran pemilu, kasusnya kembali mengapung. Jangan sampai kasus ini jadi alat tawar atau bargaining politik dukung mendukung,” pungkas Sholeh. (ASY)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)