RUANGPOLITIK.COM – Lahir dan besar dari keluarga berkecukupan tak lantas membuat keseharian Ayuningtyas Widari Ramdhaniar bergelimang fasilitas dan kemudahan. Sejak kecil justru ia dididik mandiri dan hidup prihatin. Namun pola asuh seperti itulah yang justru membentuk jiwa empati dan simpatinya terhadap lingkungan sekitar jadi begitu tinggi. Mengesampingkan gelar kebangsawanan, ia begitu total dalam melayani masyarakat.
Ia bahkan menginisiasi terbentuknya yayasan sosial yang mengkolaborasikan beberapa perusahaan untuk menyalurkan dana CSR mereka untuk kegiatan sosial yang berdampak pada masyarakat luas. Tujuannya hanya satu, mengumpulkan sebanyak-banyaknya pahala jariah lewat legacy mulia.
Dalam interaksi antar sesama manusia sehari-hari, sekurang-kurangnya ada tiga model yang berkembang di masyarakat. Pertama, keberadaan seseorang bisa membuat susah orang lain dan ketiadaannya membuat bahagia orang di sekitarnya. Kedua, kehadiran dan kepergian seseorang tidak terasa manfaatnya dan ketiga, keberadaan orang tersebut membuat bahagia dan kepergiannya dirindukan.
Model ketiga inilah yang ingin diraih Ayuningtyas Widari Ramdhaniar. Perempuan cantik yang akrab disapa Tyas ini ingin hidupnya bermanfaat bagi masyarakat luas. Jiwa empati dan simpati yang memang terasah sejak dini, secara tidak langsung membentuk pembawaan perempuan berdarah Sunda ini jadi mudah tersentuh dengan kesusahan yang dialami orang lain.
“Sejak kecil jiwa melayani masyarakat seperti sudah terbentuk dengan sendirinya dalam diri saya. Bahkan semasa duduk di bangku SD, saya pernah ikut psycho test hasilnya menunjukkan saya sangat cocok berkarier pada bidang-bidang yang sifatnya public service, seperti guru, suster atau pengacara. Saya ingat ketika berusia 13 tahun, saat melihat sebidang tanah kosong saya berangan-angan membeli tanah tersebut untuk dibangun suatu tempat yang bisa menampung masyarakat kecil seperti pengamen atau anak-anak jalanan. Karena saya tidak bisa melihat orang-orang yang berkesusahan apalagi sampai tidak bisa makan. Di tempat tersebut saya ingin memberikan pelatihan agar kehidupan mereka bisa lebih baik,” tuturnya.
Didikan Keluarga. Diakui Tyas, kepekaan sosialnya terbentuk karena pola asuh yang diterapkan kedua orang tua. Meski berasal dari keluarga yang berkecukupan, namun Tyas diajarkan hidup prihatin dan mandiri. Bahkan, sang kakek yang merupakan keturunan kraton melarang gelar kebangsawan disematkan di setiap nama anak-cucunya, agar tidak tercipta jarak dengan masyarakat biasa.
“Orang tua saya berpandangan bahwasanya kehidupan itu berputar, jika mereka senantiasa memanjakan saya dengan fasilitas dan kemudahan, suatu saat ketika mereka tidak bisa lagi memberikannya maka saya tidak bisa fight. Dan karena terbiasa hidup tanpa kemewahan akhirnya saya terbiasa juga melihat ke bawah, menyadari bahwasanya masih banyak orang yang nasibnya kurang beruntung. Jadi lebih bersyukur atas apa yang sudah Allah SWT berikan untuk saya,” tutur Tyas.
Seiring waktu, Tyas selalu ingin berbuat sesuatu yang bisa bermanfaat untuk orang lain, meskipun sekadar hal-hal kecil. saat magang sebagai staff HRD di PT Elnusa Tbk (holding) ia senang menawarkan bantuan untuk membantu para karyawan disana, baik untuk foto copy, kirim berkas, memintakan tanda tangan pada atasan, dan lain sebagainya bahkan harus mengantarkan ke divisi yang berbeda lantai. Hingga ia diperpanjang proses magangnya sampai HUT Elnusa ia diminta bernyanyi bersama team direksi yang tergabung dalam band dan setiap sore latihan.
Pembawaannya yang friendly dan menyenangkan membuat semua divisi termasuk para petinggi senang melibatkannya di setiap kegiatan perusahaan. Hingga kemudian, setelah selesai menyusun Tugas Akhir ia dengan mudah diterima kembali di Elnusa, bukan hanya sekedar magang namun sekaligus bekerja sebagai Sekretaris GM Elnusa Geoscience.
Jiwa sosial Tyas kian tersalurkan saat bekerja sebagai Sekretaris Corporate Social Responsibility (CSR) di PT Antam Tbk. sebagai sekretaris CSR. Di sela waktu kerja, ia juga menyusun skripsi berjudul Good Corporate Governance di CSR Antam. Sehingga pengetahuannya mengenai CSR semakin terasah dan passion-nya semakin jelas yaitu bergelut di dunia sosial. Demikian juga ketika bekerja di Diesel One Group sebagai Governmentrelation, lalu 9 bulan kemudia Tyas diangkat menjadi Corporatesecretary. Selain menagani tugas-tugas Governmentliason ia pun menangani Corporatebranding dan CSR.
Inisiasi Konsep Inklusif. Dijelaskan Tyas, kegiatan sosial yang digelar perusahaan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial terhadap lingkungan, sekaligus untuk meningkatkan corporate image. Karena masyarakat akan melihat dan menilai bahwa perusahaan taat hukum dan peduli dengan masyarakat sekitar.
kegiatan sosial yang Tyas bawakan bersama gerakan komunitas Diesel One Solidarity membuat Tyas semakin besar bermimpi untuk dapat memberi manfaat yang lebih lagi pada orang banyak, bukan hanya pangan namun yang lebih penting sisi sumber daya manusianya, karena pendidikan menurutnya sangat penting menjadi bekal setiap orang.
Hal inilah yang mendorong Tyas untuk memberi masukan kepada Diesel One Group untuk membuat Yayasan agar lebih besar lagi dampak kebaikan yang dilakukan karena mampu melibatkan kolaborasi banyak pihak. Akhirnya pemilik perusahaan menyetujui dan langsung dibuat 2 yayasan sekaligus yaitu Yayasan Diesel Utama Solidaritas (yang berfungsi untuk bantuan umum, keagamaan, olah raga, seni, dan budaya) serta Yayasan Solidaritas Kawula Muda (untuk advokasi pendidikan, beasiswa dan literasi).
“Jadi bantuan dari yayasan di-branding dengan komunitas Diesel One Solidarity dan bisa mengajak siapapun atau perusahaan manapun untuk berpartisipasi meyalurkan dana sosial mereka. Saya mulai mengenalkan konsep bekerja dengan inklusifitas bahwa keterlibatan banyak pihak akan lebih dapat mengakselerasi suatu program, memang diawal perdebatan itu ada dengan pihak internal karena mereka terbiasa ekslusif namun itu saya anggap sebagai sebuah tantangan untuk menjadi lebih baik dengan cara konsisten dengan apa yang saya suarakan sehingga terbukti hasilnya seperti apa dan yang menilai masyarakat umum diluar sana,” ucap Tyas, bijak.
Public Facilitator. Pengalaman kerja Tyas di beberapa instansi lain sebelumnya, yakni sebagai Manager Marketing di Putri Duyung Ancol, Tenaga Ahli Anggota DPR Komisi I, IV, VI dan VII dan Sekretaris Wakil Dekan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, membuat jaringan kerja dan pertemanannya jadi begitu luas.
Apalagi, ia juga aktif di sejumlah organisasi, yakni sebagai Ketua Bidang Perumahan Rakyat dan Kesejahteraan Sosial AMPG, Sekretaris Bidang ESDM-LH KPPG, Wasekjen ILUNI Universitas Indonesia, Wasekjen MKGR, Anggota Dana Sarana dan Prasarana Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Bidang HKTI DKI Jakarta. Di tahun 2019, Tyas juga sempat bergabung dalam salah satu partai politik dan mencalonkan diri sebagai anggota legeslatif. Network yang dimiliki kemudian ia rangkul dalam berbagai kegiatan sosial yang diadakan, sehingga dampaknya bisa lebih luas. Hal inilah yang kemudian memposisikan Tyas sebagai seorang Public Facilitator.
“Saya sangat suka melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang banyak. Tapi saya juga sadar saya punya keterbatasan, saya belum menjadi orang hebat. Akhirnya network yang saya punya itulah saya gunakan untuk melakukan aksi sosial. Mungkin uang bukan punya saya, tetapi saya memfasilitasi para donator ini. Misal charity yang saya gelar di Kuningan-Jawa Barat beberapa waktu lalu, kami memberikan bantuan berupa 200 titik lampu energi terbaruka, 4 motor sampah, mobil ambulance hingga beasiswa untuk siswa/siswi berprestasi yang kurang mampu. Belum lama ini kami juga menggelar penanaman sejuta pohon di kawasan sekitar kantor Diesel Group di Pecenongan-Jakarta Pusat, dan saat pandemi lalu kami menfasilitasi gelaran vaksin anak-anak selama 1 bulan, donor darah, pembagian sembako, lomba 17-an dan qurban. Bagi saya bisa bermanfaat untuk orang lain adalah passion. Work with passion adalah prinsip hidup saya,” tekan Tyas.
Kampung Leadership. Semua orang mungkin bisa memimpin dan menjalin network, namun tidak semua memiliki jiwa empati dan simpati yang tinggi terhadap orang lain. Sehingga terkadang kurang peka terhadap kesusahan atau ketidaknyamanan sekitarnya.
Karakter kepemimpinan dalam diri Tyas, ditambah sikapnya yang humble dan berintegritas, melengkapi dirinya sebagai seorang Public Facilitator. “Profesi sebagai Public Facilitator bukan perkara yang mudah, karena selain harus punya networking, kita juga mesti memiliki skill dan tentunya empati. Karena setiap orang bisa saja menjabat posisi tertinggi tapi kalau dia tidak punya empati, dia tidak merasa perlu membantu orang lain,” terang sosok yang selalu all out dalam bekerja ini.
Jiwa kepemimpinan inilah yang mendorong Tyas menggagas Program Kampung Leadership. Yaitu satu program yang bertujuan membentuk calon-calon pemimpin baru di suatu daerah. “Melalui program ini, saya secara pribadi berharap dapat melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan bangsa yang dibentuk berasal dari kampung halaman masing-masing. Keinginan saya cukup besar 1 desa 1 orang, namun kendala pada pembiayaan yang tidak memungkinkan untuk ditanggung sendiri, maka saya pun menawarkan program kepada pihak luar untuk dapat berkolaborasi. Sehingga kemungkinan diawal kami akan melakukan kolaborasi dengan Pemuda Pancasila, yang dimana saya merupakan pengurus Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Bidang Dana, Sarana, dan Prasarana. Nanti akan ada lomba dengan total hadiah tertentu, lalu para pemenangnya itulah yang akan dikader selama 1 minggu di Jakarta untuk diberikan pendidikan Kepemimpinan, Technolgy Digital, dan UMKM. Diharapkan setelah mereka mendapatkan hal tersebut dapat diimplementasikan lagi pada daerahnya,” papar Tyas.
Rencana ke Depan. Untuk mendukung dana sosial yang dibutuhkan yayasan, Tyas yang merupakan Sekretaris Koperasi Pemasaran Mitra Andalan Indonesia berkolaborasi untuk memasarkan produk UMKM yang berlabel Diesel One Solidarity yang bekerjasama dengan UMKM Subang, Jawa barat.
“Kami juga berencana membuka toko merchandise dikantor kami lantai 1 yang isinya merchindise komunitas Diesel One Solidarity (DOS) dan produk UMKM tersebut. Kami juga akan launching paduan suara dengan lagu Mars dan Hymne DOS yang merupakan ciptaan dan aransemen saya sendiri, serta launching binaan silat DOS juga pada 1 November 2021 nanti,” tutupnya.
Tebar Quote yang Memotivasi
Jauh sebelum terjun di dunia professional, Tyas termasuk tipe perempuan pemalu dan introvert. Namun, sejak duduk di bangku SMA ia mulai mencoba membuka diri. Selain aktif di OSIS, ia juga direkrut sebagai vokalis band sekolah. Lambat laun, Tyas juga mulai menyadari sangat menyukai dunia coaching dan motivasi, karena ia merasa tertantang menangani orang-orang yang bermasalah dengan hidup mereka.
“Kalau ada orang-orang yang bermasalah saya selalu dekati, saya bantu merasakan apa yang mereka rasa. Para karyawan di kantor juga tidak luput dari perhatian saya. Karena menurut saya, mereka pun perlu dijaga mental health-nya agar memiliki pengetahuan lebih dan memiliki rasa nyaman di kantor. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja mereka. Beberapa kali saya kerap berkolaborasi dengan coach dari luar untuk memberikan motivasi kepada karyawan di kantor. Di blog dan medsos pribadi, saya juga kerap membagikan quote-quote yang diharapkan mampu memotivasi orang lain, minimal untuk diri saya sendiri,” ungkap perempuan yang kerap diundang sebagai narasumber dan moderator di berbagi seminar ini.
Pentingnya Upgrade Diri
Bagi Tyas, bekerja dan belajar adalah hobi. Ia menyakini bahwa setiap usaha selalu sejalan dengan hasil. Hal inilah yang mendorongnya untuk terus belajar. Meski telah mengantongi ijazah S2 Kessos & Otonomi Daerah, ia masih bercita-cita melanjutkan kuliah.
“Saat ini saya tengah mengambil Shortcourse di Merry Riana Learning Center untung mengasah publicspeakingnya selama 6 bulan. Selain itu ia masih bercita-cita mengambil doubledegree jurusan Hukum, agar ketika suatu saat saya membela orang, saya punya dasar-dasar hukumnya, apalagi saya sangat suka membela orang. Dan sebagai Public Facilitator, saya juga harus belajar membuat konsep maupun program supaya lebih menarik. Saya sangat menyadari pentingnya meng-upgrade diri, agar bisa terus mengikuti perkembangan zaman,” tambahnya.
Legacy untuk Bangsa Lewat AWR Foundation
Kebaikan yang terus dipupuk Tyas, bukanlah tanpa tujuan. Sebagai seorang muslimah, ia ingin mengumpulkan sebanyak mungkin pahala jariyah yang akan dibawanya kelak di hari akhir. Lebih dari itu, ia juga berharap jejak kebaikan yang ditebar mampu menjadi warisan yang dikenang oleh semua orang yang mengenalnya.
Selain dari materi, Tyas berharap bisa menyumbangkan gagasan dan pemikiran kepada masyarakat luas termasuk pemerintah. Oleh sebab itu, bersama beberapa orang teman ia memproklamirkan berdirinya AWR Foundation, yang menciptakan program-program yang berdampak langsung pada masyarakat. Salah satunya produk berlabel “ReThinkbyAWR”, yakni strategic partnership bagi pemerintah dan masyarakat.
Tercetusnya ide mendirikan AWR Foundation ini berawal dari pengalaman Tyas yang merasakan adanya ketidakadilan di negeri ini khususnya di dalam partai politik. Ketika itu, ia yang lolos psikotest untuk suatu pekerjaan yang berkaitan dengan tugas negara justru tidak ditindaklanjuti. Sementara yang tidak lulus malah dipanggil.
“Seharusnya partai politik menyeleksi kader-kader terbaik karena harus mewakili aspirasi masyarakat dan mampu membenahi negara ini dengan political will-nya. Nyatanya justru orang politik yang melakukan diskriminasi pekerjaan,” tekan Tyas.
Lewat AWR Foundation, Tyas berharap bisa membantu pemerintah mewujudkan program Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing melalui Open Government Partnership dengan menggunakan skema Pentahelix.
“Saya ingin memiliki legacy untuk Bangsa ini suatu hari bahkan ketika saya sudah meninggalkan dunia ini dan menghadap Allah SWT. Semoga AWR Foundation – ReThinkbyAWR akan menyinari bangsa ini kelak and I’ll get my job done! Aamiin,” pungkasnya.
Editor: Syafri Ario
(Rupol)