RUANGPOLITIK.COM –rPesiden Partai Buruh Said Iqbal menyerukan mogok kerja nasional, terhitung November 2022 jika tuntutannya tidak dikabulkan pemerintah, Selasa (6/9/2022).
Adapun tuntutan yang disampaikan saat berorasi di atas mobil komando di depan gedung DPR/ MPR terdiri dari:
- Tolak kenaikan harga BBM;
- Tolak omnibus law UU Cipta Kerja
- Naikkan UMK 2023 sebesar 10-13%.
“Syaratnya gampang, setop produksi, lumpuh ekonomi. Di sini ada pengemudi, bus, DAMRI, saya akan instruksikan mereka setop operasional. Kita galang kekuatan dengan mahasiswa, kita akan ajak mahasiswa,” ujar Said Iqbal.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal berpandangan aksi unjuk rasa yang diwarnai mogok kerja bisa mengganggu rantai produksi yang pada akhirnya mengganggu laju perputaran roda ekonomi yang baru pulih dari pandemi virus Corona.
“Sangat mengganggu! Inflasinya yang akan dihadapi saja sudah berat, apalagi kalau ditambah demo yang anarkis,” ujarnya kepada RuPol, Rabu (7/9/2022).
Berita Terkait:
PKS Instruksikan Semua Fraksi di Kabupaten/Kota Tolak Kenaikan BBM
Harga BBM Naik, Ridwan Kamil: Masyarakat Beralih Gunakan Kendaraan Listrik
Harga BBM Naik, Ketua DPR Disindir Kalimat Tajam, Puan Dulu Nangis dan Sekarang Tidak
Massa Aksi Demo Kenaikan BBM Sindir Puan Tak Nangis, PDIP: Kondisi Sekarang Berbeda
Tak dipungkiri, kenaikan harga BBM bakal memicu kenaikan harga barang dan jasa. Ujungnya bisa mendorong inflasi. Aksi unjuk rasa yang digelar berlebihan, apalagi sampai mogok kerja, menurut dia, bisa melumpuhkan perekonomoiian nasional.
“Saya tidak sepakat kalau demo ini sampai anarkis, sampai kemudian menghambat perekonomian semakin memperkeruh keadaannya,” tukasrnya.
Dampak pandemi terhadap ekonomi
Pandemi covid-19 tidak hanya menganggu kesehatan, namun juga berdampak pada tatanan ekonomi semua negara. Dampak pandemi terhadap ekonomi bisa menyebabkan rendahnya sentimen investor terhadap pasar yang akhirnya membuat pasar ke arah negatif.
Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut juga bisa diikuti dengan dampak ekonomi lain seperti peningkatan pengangguran. Hal ini dikarenakan saat pandemi banyak perusahaan yang terganggu. Sehingga banyak karyawan yang terpaksa dirumahkan.
“Dengan adanya penyesuaian, saya lebih sepakat subsidi BBM dialihkan ke sektor yang lebih produktif daripada dibakar di jalan raya,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan kepada wartawan, Selasa (30/8/2022).
Selain membebani APBN, Mamit khawatir anggaran subsidi bisa lebih dari Rp 502 triliun, atau menembus batas maksimal yang ditentukan.
“Dari awal (anggaran subsidi) tidak sampai Rp 200 triliun, sekarang sudah Rp 500 triliun. Ini sudah sangat tinggi dan memberatkan sekali,” sambungnya.
Oleh karenanya, ia sepakat dengan adanya pembatasan dan pengurangan, subsidi agar beban negara tidak terlalu berat. Apalagi, subsidi yang selama ini dikucurkan pemerintah belum tepat sasaran.
“Dana APBN kita begitu besar untuk hal seperti ini (subsidi BBM). Subsidi kita jadi kontraproduktif, jadinya memperelebar kesenjangan sosial. Yang menikmati (subsidi) ya orang-orang yang kaya, yang mampu,” pungkasnya. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)