RUANGPOLITIK.COM-Deolipa Yumara, kuasa hukum Bharada E berkata jika kliennya menulis surat yang dipelajari oleh penyidik.
Menurutnya, pengacara harus mengetahui mengenai permasalahan kliennya hingga melakukan perbuatan keji tersebut.
“Ini kan belum masuk pro justitia, ini baru komunikasi antara pengacara dengan klien. Kan kita kalau pengacara harus tahu klien kita nih persoalannya apa, kenapa dia bunuh orang,” terang Deolipa saat ditanyakan mengapa harus ditulis tangan.
Deolipa menyebutkan jika jiwa Bharada E sedang goncang. Dengan latar belakangnya yang juga lulusan psikologi, ia menggunakan ilmunya untuk membedah jiwa Bharada E.
Berita Terkait:
Kapolri: Ferdy Sambo Terancam Dijerat Pasal Berlapis
Rekaman CCTV Bocor, Irjen Pol Ferdy Sambo Diduga Lakukan Eksekusi Jam 17:06
Digeledah Timsus, Istri Ferdy Sambo Menangis di Kamar
Terkejut Anaknya Ditembak Atas Perintah Ferdy Sambo, Ibu Brigadir J: Firasat Mati Dibunuh
“Setelah bicara panjang, kita udah sepakat kami sebagai pengacara akhirnya bekerja sama dengan teman-teman penyidik. Kalau kita sinergi, semuanya bagus. Makanya pengacara dengan penyidik harus sinergi, nggak boleh kita musuhan, nggak boleh berantem. Itu yang paling bagus begitu,” ujarnya.
Bharada E, lanjut Deolipa, sudah ingin menyampaikan yang sebenarnya kepada penyidik, namun masih ragu karena masih ada pikiran konstruksi perintah lama di kepalanya.
“Itu kan udah dibereskan sama Mabes Polri, berapa 31 anggota personel polisi,” jawabnya saat ditanya siapa yang menghalang-halangi proses hukum.
“Nah, yang sebenarnya kan ada curhatan yang dituangkan ke BAP, tapi curhatan ini kan saya simpan di kepala. Malam harinya datanglah Pak Burhanuddin pengacara baru (Muhammad Burhanuddin, pengacara Bharada E juga), ya kita berdua kenalan dulu sama Pak Dir bikin surat kuasa baru lagi,” kata Deolipa.
Ia berujar, Muhammad Burhanuddin ikut mendalami materi yang ditulis oleh Bharada E. Burhanuddin juga ikut mewawancarai Bharada E. Bahkan, Burhanuddin lebih dapat lagi.
“Ceritanya ternyata berbeda. Skenario yang pertama tembak-menembak, sehingga adanya bela paksa. Jadi, almarhum Yosua berantem sama si Richard,” jelasnya.
Dia kembali menjelaskan, akhirnya ternyata bukan tembak-menembak, tapi satu pihak yang menembak. Bharada E mengaku pada Deolipa bahwa ia yang menembak sebanyak 4 kali karena diperintah oleh atasan.
“Ya, dia (Bharada E) mengakui tembak empat kali. Tapi atas perintah, ya Ferdy Sambo lah pemerintahnya,” papar Deolipa.
Pada saat Bharada E ada di situ, kondisi Brigadir J sedang berlutut. Sebelum Bharada E datang, sudah ada kejadian sebelumnya.
Deolipa menunjukkan rangkuman dari isi tulisan Bharada E yang kembali ditulisnya. Begini isinya, “kalau kita yang tembak tapi atas dasar perintah atasan”.
“Pak Ferdy Sambo pegang pistolnya Yosua dia pakai sarung tangan, kalau ceritanya Richard pakai sarung tangan,” jelasnya.
Ia memaparkan, ada sisi Bharada E menembak Brigadir J atas perintah.
“Saya sekarang nggak nyebut Irjen ya, nggak nyebut bintang dua lagi, bintangnya jatuh, hilang kebawa air laut. Nah, Ferdy Sambo ini orang jahat juga nih bagi saya nih, jahat banget,” tukasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)