RUANGPOLITIK.COM – Seksolog Zoya Amirin menyuarakan komentar serius terkait reaksi dunia maya terhadap peristiwa dugaan pelecehan seksual yang dialami istri Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo yang diduga dilakukan oleh ajudan sendiri.
Dilihat Rupol dari Channel Youtube Zoya Amirin, Senin (18/7/2022), berjudul ‘Brigpol J: Pelaku atau korban?’ yang diunggah pada Minggu (17/7/2022), Zoya meminta warganet segera mengakhiri tudingan dan opini-opini yang justru akan semakin memperkeruh keadaan.
“Saya di sini bukan berkapasitas untuk membela pihak manapun. Fokus saya adalah soal pelecehan seksual, karena menurut saya, komentar para netizen kian hari kian menjadi ‘victim blaming‘ (menyudutkan korban kekerasan),” ujar Zoya.
Menurutnya, posisi istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC) adalah korban yang disudutkan atau tersudutkan.
Berita Terkait:
Teka-Teki Glock 17 di Tangan Bharada E saat Baku Tembak di Rumah Sambo
Kronologi Lainnya, Brigadir J Ketahuan Bersama Istri Ferdy Sambo di Kamar, Disiksa Lalu Ditembak
Ketua Komisi III DPR: Irjen Ferdy Sambo Tak Perlu Dinonakftifkan
IPW: Desak Polri Menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dan Bentuk TGPF
“Siapa pun pelakunya, budaya ‘victim blaming‘ adalah dasar yang paling besar untuk membentuk rape culture. Kerena bagi saya, pembunuhan sadis, kekerasan seksual tidak akan terjadi kalau tidak adanya victim blaming. Ketika orang bilang, akh enggak mungkin terjadi kekerasan, perkosaan, atau pelecehan seperti ini, lihat dong kedudukannya? Kemudian ada yang bilang perkosaan hanya terjadi pada perempuan yang nggak baik, ini yang menurut saya sangat-sangat keliru,” tegasnya.
Dia juga sempat menyoroti salah satu komentar netizen yang ia anggap menyudutkan korban. Di mana, ada netizen yang mengatakan ‘terus menerus menangis karena harus menjelaskan apa yang terjadi, ini menunjukkan sang istri mau lepas tanggungjawab’.
Menurutnya, itu adalah hal yang lucu. Dengan menangis, kata dia, sejatinya korban tidak harus menjelaskan secara tuntas.
Ia menjelaskan ada individu yang ketika shock menjadi menangis, ada yang langsung minta bantuan, dan ada yang marah saat menerima pelecehan seksual.
“Nah dalam kasus ini, ada dua kejadian traumatis menurut saya, pertama dengan kejadian pelecehan, kemudian kedua trauma atas kejadian penembakan. Jadi please jangan menyalahkan korban, kita jangan membudayakan victim blaming,” paparnya.
Zoya menegaskan, kekerasan dan pelecehan seksual akan terjadi kepada siapa saja, tidak melihat jenderal atau pejabat rendahan. Karena baik pelaku dan korban bisa terjadi pada siapapun.
“Karena ada beberapa kategori dalam pelecehan seksual itu, pertama pelaku yang ingin bertujuan mempermalukan dan menyakiti. Kemudian tipe pelaku yang ingin menunjukkan kekuasaan, bahwa dia itu jago dan ingin membuktikan diri sendiri. Ketiga, adalah pelaku yang cemburu dan bertindak brutal bahkan melakukan tindakan sadis dalam memperkosa korban,” katanya.
“Ada tipe kompetisi, pelaku yang ingin menunjukkan bahwa dia tidak bisa disaingi. Pada intinya, semua perkosaan terjadi karena suatu paksaan. Saya berpikir mari sama-sama menghormati proses hukumnya dan tinggalkan budaya victim blaming,” sambungnya. (DAR)
Editor: Zulfa Simatur
RuPol