Oleh Amir Faizal Sanzaya *
RUANGPOLITIK.COM-Lembaga swadaya masyarakat atau yang biasa kita sebut dengan LSM adalah lembaga atau organisasi masyarakat yang memiliki aturan tersendiri. Fenomena akhir-akhir ini, tak sedikit LSM yang malah buat bingung masyarakat.
Di era transisi dari Orde Baru ke Reformasi awal tahun 1998 sampai tahun 2000-an, organisasi yang lahir semangatnya pendampingan masyarakat, mengadvokasi permasalahan masyarakat.
Misalnya, ada konflik masyarakat dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, termasuk masalah sengketa tanah masyarakat dengan koorporasi. LSM tampil mengabdikan dirinya untuk masyarakat.
Di awal-awal Era Reformasi, tanpa memikirkan apa yang bakal mereka dapat, para aktivis LSM ikut membantu perjuangan masyarakat.
Bahkan di era awal Orde Reformasi, banyak sekali forum-forum, gerakan-gerakan mahasiswa dan masyarakat yang bersuara di media cetak. Saat itu, belum ada media online.
Berita Terkait:
Sepakat Anggaran Pemilu Rp 76 Triliun
Isu Konflik Internal, Airlangga: Partai Golkar Solid!
Pengamat: Puan-Ganjar Harus Tunjukkan Prestasi Politiknya untuk Dongkrak Elektabilitas Jelang Pilpres 2024
Pengamat: NU dan Gusdurian Tidak Mendukung Muhaimin Iskandar
Dengan nama Forum A, Aliansi B, Solidaritas C, Front ini itu dan sejenisnya, mereka bersuara, bersikap, atas nama idealisme, hukum, dan keilmuan tentang sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Kehadiran dan pandangan LSM sangat ditunggu masyarakat. Mereka merasakan adanya tambahan asupan semangat dalam memperjuangkab kepentingan masyarakat, khalayak, bukan personal.
Hari ini, setelah 24 tahun reformasi, saya malah semakin bingung bahkan miris dengan sepak terjang LSM. Dengan berbagai aktivitas organisasi dan perjalanaana panjang berorganisasi, saya memberanikan diri bilang LSM saat ini abal-abal.
Pengalaman mengajarkan saya tentang dunia organisasi, dari tahun 1996, aktif berorganisasi mulai dari IAIN Raden Intan Bandarlampung yang sekarang sudah menjadi UIN Raden Inten II Lampung, mulai dari ketua Forum Mahasiswa Fakultas Tarbiyah, Sekretaris BEM Fakultas Tarbiyah (1999 – 2000), Presiden Badan Ekskutif Mahasiswa IAIN Raden intan Lampung (2002 – 2004).
Di luar kampus, saya pernah aktif di SBI IAIN Seni Budaya Islam, pernah menjadi ketua PTKP dan Sekum di komisariat Tarbiyah, dan pernah menjadi presedium Wasek PAO HMI Cabang Bandarlampung, kemudian menjadi salah satu ketua Biro KNPI Provinsi Lampung tahun 2002-an, aktif di Kwarcab Pramuka Lampung Tengah.
Bahkan, saya juga pernah menjadi ketua umum di beberapa organisasi seperti Tim Siwa, kelompok kerja pembaharuan wilayah Lampung, yang pengurus pusatnya pada waktu itu HM Sanif, jenderal bintang tiga TNI AD, yang punya hubungan baik dengan kepala BIN Samsir Siregar, Mendagri M Ma’ruf dan menkopulhukam Widodo AS.
Kenapa saya bilang organisasi abal abal? Jika secara formalistik, buat organisasi, LSM dan sejenisnya, tinggal siapkan dana, kasih ke notaris, minta di buatkan sampai terdaftar di Kemenkum HAM, tiga hari maksimal satu bulan jadi tuh “barang”.
LSM harus memiliki visi dan misi, AD/ART, dan terdaftar di Kemenkumham melalu notaris, tercatat di Kesbangpol, ada pengurus, anggota, dan memiliki batas waktu usia kepengurusannya.
Reorganisasi dilakukan pada musyawarah pengurus setiap tahun sekali, 2 tahun sekali, 3 tahun sekali dan seterusnya. LSM juga memiliki sekretariat sebagai tempat atau wadah mereka berkumpul, rapat, atau diskusi mingguan, dwi mingguan atau bulanan.
Untuk hanya legal, kita hanya cukup membawa 3 KTP pengurus, 3 NPWP pengurus, foto logo organisasi, alamat sekretariat, bisa pakai alamat ketua atau pengurus, selesai. Lalu, surat keterangan domisili, foto plang organisasi daftarkan ke Kesbangpol.
Gampang membuat LSM. Setelah itu, kita sudah bisa mengaku sana-sini aktivis organisasi A, B, C sampai Z, untuk masyarakat awam ini prestasi dan hebat. Bahkan, bisa bikin “keder” sebagian masyarakat, aparat pemerintahan, dan pengusaha.
Untuk yang faham, dia akan melihat lebih dalam lagi. Selain memiliki syarat syarat formal tersebut, seperti berapa orang pengurusnya, berapa orang anggotanya, berapa cabang di tingkat bawahnya, dan anggota di tingkat cabangnya. Kalau nasional, berapa provinsi cabangnya.
Belum lagi, jalan tidak reorganisasinya, sudah berapa kali musyawarah pergantian pengurusnya. Atau, organisasi hanya menunjuk diri sendiri menjadi ketuanya dan tidak pernah ganti-ganti dengan sistem yang feodal, ketua sekaligus owner, yang dari zaman ke zaman, dia ketuanya.
Padahal, di luar, dia lantang bicara demokrasi, keadilan, suksesi, dan sejuta idealisme berhambuan dari mulutnya, pakai teriak dan pengeras suara lagi.
Bahkan tidak sedikit juga organisasi aji mumpung, didirikan hanya untuk menjadi alat suara dan alat gebuk, nyilih tangan lawan politik seseorang, yang terkadang sering bermanuver untuk cari simpati pejabat, biar dapat jatah bulanan, karena dianggap loyal.
Padahal terkadang yang dilakukan kontra produktif terhadap pejabat yang jadi tik-toknya. Bahkan sering mengkritik orang lain yang jauh di sana, padahal di sekitarnya belum tentu lebih baik, maling teriak maling, bahkan semut di sebrang lautan terlihat jelas, gajah di depan mata tidak nampak.
Ada lagi organisasi yang hanya melihat prestasi pejabat yang dijaganya tanpa ada evaluasi, yang dianggap sudah tidak ada yang lebih baik dari pejabat yang didewakannya, tak objektif lagi biar terkesan loyal. Akhirnya semakin kesini semakin susah membedakan mana yang loyal mana yang penjilat.
Bahkan di era politik saat ini, ada organisasi loyalis partai, organisasi loyalis kepala daerah dan organisasi tim sukses calon kepala daerah, calon legislatif dan banyak lagi lain nya.
Maraknya organisasi yang ada membuat masyarakat banyak yang bingung, ini organisasi apa, ada yang organisasinya menggunakan logo TNI, POLRI, bahkan ada yg pakai logo Adyaksa juga.
Mereka berani menggunakan logo tersebut dengan alasan mereka mitranya. Saya tidak tahu apa manfaat serta batasan-batasan yang boleh dan tidak dibolehkan menyangkut logo-logo tersebut.
Dari paparan di atas, tidak ada yang salah, toh akhirnya orang lain yang akan menilai kwalitas organisasi kita, karena tidak sedikit juga organisasi yg tidak terdaftar namun bisa memberikan warna positif buat masyarakat, bermanfaat buat masyarakat, punya program kerja yang tersusun rapih, memiliki even yang terselenggara, baik yang seremonial maupun kegiatan lain, seperti kompetisi, lomba lomba olahraga, seni, dan lain lain, mengadvokasi masyarakat, tanpa harus mencari jatah proyek sumur Bor dari pemerintah daerah setempat.
Oleh karena itu, saya mengajak seluruh elemen masyarakat aktifis dan penggiat organisasi, untuk lebih memperhatikan aspek legal dan etika berorganisasi, berbuat untuk masyarakat yang manfaatnya di rasakan sekecil apapun, menjadi kontrol pemerintah secara objektif dan proporsional, yang benar kita berikan pujian, yang salah kita tetap berikan kritikan yang membangun.
Tujuannya, biar mereka tahu tidak semua yang mereka lakukan benar, karena pejabat kita manusia juga, yang pasti tempatnya salah, reorganisasi tetap dijalankan walaupun harus menjadi ketua seumur hidup, dan yang terpenting jadilah pribadi, dan pelaku organisasi yang ada manfaat buat masyarakat, bukan sebalik nya.
Semoga organisasi-organisasi kemasyarakatan, lembaga lembaga kemasyarakatan, forum forum kemasyarakatan dan sejenis nya bisa jalan dan di kenal dengan manfaat yang diharapkan untuk masyarakat banyak
Dan kesimpulan nya kita harus punya organisasi atau LSM yang profesional dan berkualitas bukan LSM abal-abal
24 tahun reformasi, bukan usia yang sebentar, 24 tahun waktu yang cukup lama, Selamat Hari Reformasi yang ke 24, 21 Mei 2022, semoga kita bisa mereformasi semua aspek dalam masyarakat, dan semoga pemerintah semakin siap membuka diri untuk menerima kritikan untuk kebaikan.
- Aktifis Reformasi 98
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)