RUANGPOLITIK.COM — Guru besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atau FEUI, Rhenald Kasali menyatakan kasus minyak gpreng melibatkan jaringan organize crime dan ada pihak yang melindungi (beking).
“Dalam organized crime, ada pihak yang melindungi, ada pihak yang menyangga dibawahnya,” kata Rhenald Kasali dikutip dari kanal YouTubenya saat membahas soal kasus minyak goreng pada Jumat, 22 April 2022.
Rhenald menjelaskan, orang-orang yang berada di bawah tersebut memberikan jaring-jaring pengamanan kepada orang yang akan ditangkap.
Rhenald yakin dalam kasus mafia minyak goreng tersebut terdapat banyak pihak yang terlibat di dalamnya.
Bahkan praktisi ekonomi ini meragukan tersangka saat ini sebagai pelaku sebenarnya di dalam organized crime itu.
“Dalam ilmu ekonomi, penting sekali untuk memahami konsep tentang scarcity dan hukum tentang komoditi yang disebut dengan The Law of One Price. Scarcity atau kelangkaan sama halnya ketika resources terbatas namun kebutuhan manusia tidak terbatas,” ujarnya.
Belakangan resources semakin lama memang semakin berkurang, namun jumlah penduduk bertambah banyak serta pengguna atau yang mengkonsumsi pun bertambah, sehingga munculah fenomena kelangkaan.
Bahkan sebuah data statis menyatakan, bahwa jumlah penduduk dunia tahun 2022 terus meningkat hingga mencapai 7,9 miliar orang, dan pertumbuhan populasi diperkirakan akan mencapai angka 9,4 miliar penduduk.
“Karena itulah manusia harus selalu berinovasi, karena tidak ada yang bisa memuaskan seluruh manusia apalagi kebutuhan itu tidak terbatas,” ujarnya.
Profesor lulusan Amerika Serikat tersebut memberikan salah satu contoh terkait kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi di negara Malaysia pada tahun 2020.
Berita Terkait:
Tegas! Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng Mulai 28 April 2022
Terjerat Kasus Ekspor Minyak Goreng, Ini Peran Dirjen Kemendag
Dirjen Daglu Jadi Tersangka Kasus Migor, DPR Akan Panggil Menteri Perdagangan
Tiga Bos Perusahaan Migor Jadi Tersangka
“Negara tersebut kemudian memulangkan buruh migrannya sebanyak 70 persen sehingga jumlah stok minyak goreng yang diproduksi berkurang. Hal seperti ini berdampak pada perilaku negara tersebut mulai membatasi kegiatan ekspor, lalu mengambil kesempatan untuk impor minyak ke negara tetangga.”
Sedangkan dalam ilmu politik, menurutnya hal tersebut sangat bertolak belakang dan akan mengabaikan semua itu.
“Apalagi jika kita melihat peristiwa kelangkaan minyak goreng dari kacamata politik, kemudian bagaimana politik bisa digunakan untuk merebut kekuasaan. Dalam kasus ini, minyak goreng bisa digunakan sebagai kampanye, mempengaruhi pikiran masyarakat, menimbulkan kekecewaan bahkan bisa menjatuhkan suatu pemerintahan,” katanya.
Sebelumnya,Jaksa Agung ST Burhanudin telah menetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kemendag RI, Indrasari Wisnu Wardhana dan 3 orang lainnya sebagai tersangka kasus kelangkaan minyak goreng.
Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Guru besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atau FEUI, Rhenald Kasali menyatakan kasus minyak gpreng melibatkan jaringan organize crime dan ada pihak yang melindungi (beking).
“Dalam organized crime, ada pihak yang melindungi, ada pihak yang menyangga dibawahnya,” kata Rhenald Kasali dikutip dari kanal YouTubenya saat membahas soal kasus minyak goreng pada Jumat, 22 April 2022.
Rhenald menjelaskan, orang-orang yang berada di bawah tersebut memberikan jaring-jaring pengamanan kepada orang yang akan ditangkap.
Rhenald yakin dalam kasus mafia minyak goreng tersebut terdapat banyak pihak yang terlibat di dalamnya.
Bahkan praktisi ekonomi ini meragukan tersangka saat ini sebagai pelaku sebenarnya di dalam organized crime itu.
“Dalam ilmu ekonomi, penting sekali untuk memahami konsep tentang scarcity dan hukum tentang komoditi yang disebut dengan The Law of One Price. Scarcity atau kelangkaan sama halnya ketika resources terbatas namun kebutuhan manusia tidak terbatas,” ujarnya.
Belakangan resources semakin lama memang semakin berkurang, namun jumlah penduduk bertambah banyak serta pengguna atau yang mengkonsumsi pun bertambah, sehingga munculah fenomena kelangkaan.
Bahkan sebuah data statis menyatakan, bahwa jumlah penduduk dunia tahun 2022 terus meningkat hingga mencapai 7,9 miliar orang, dan pertumbuhan populasi diperkirakan akan mencapai angka 9,4 miliar penduduk.
“Karena itulah manusia harus selalu berinovasi, karena tidak ada yang bisa memuaskan seluruh manusia apalagi kebutuhan itu tidak terbatas,” ujarnya.
Profesor lulusan Amerika Serikat tersebut memberikan salah satu contoh terkait kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi di negara Malaysia pada tahun 2020
“Negara tersebut kemudian memulangkan buruh migrannya sebanyak 70 persen sehingga jumlah stok minyak goreng yang diproduksi berkurang. Hal seperti ini berdampak pada perilaku negara tersebut mulai membatasi kegiatan ekspor, lalu mengambil kesempatan untuk impor minyak ke negara tetangga.”
Sedangkan dalam ilmu politik, menurutnya hal tersebut sangat bertolak belakang dan akan mengabaikan semua itu.
“Apalagi jika kita melihat peristiwa kelangkaan minyak goreng dari kacamata politik, kemudian bagaimana politik bisa digunakan untuk merebut kekuasaan. Dalam kasus ini, minyak goreng bisa digunakan sebagai kampanye, mempengaruhi pikiran masyarakat, menimbulkan kekecewaan bahkan bisa menjatuhkan suatu pemerintahan,” katanya.
Sebelumnya,Jaksa Agung ST Burhanudin telah menetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kemendag RI, Indrasari Wisnu Wardhana dan 3 orang lainnya sebagai tersangka kasus kelangkaan minyak goreng.
Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Editor: Chairul Achir
(RuPol)