RUANGPOLITIK.COM – Safari politik yang dilakukan oleh Muhaimin Iskandar (Cak Imin) ke cabang-cabang Nahdlatul Ulama (NU), mendapat teguran keras dari Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Rahmat Hidayat Pulungan.
PBNU merasa Cak Imin dan PKB mengabaikan komitmen KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang ingin membawa NU menjauh dari politik praktis.
Pengamat politik Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN) Efriza mengatakan, kegeraman PBNU semakin mencuat akibat ulah Ketum PKB tersebut, karena mendeklarasikan diri maju sebagai calon presiden dengan membawa nama ulama yang berafiliasi dengan NU.
“Dia mengadakan safari ke ulama-ulama (dari NU) dan dia mendeklarasikan bahwa ulama itu menyuruh ia maju, artinya poin disitu yang bikin mereka marah, kenapa melibatkan ulama (NU),” kata Efriza kepada RuPol, Rabu (26/1/2022).
Baca Juga:
Aburizal Bakrie: Airlangga Mulai Mendapat Dukungan Berbagai Kalangan
Survey CSIIS Erick Thohir Tumbangkan Cak Imin di Kalangan NU
Terlebih, kepemimpinan PBNU yang baru ini, tengah mencoba memposisikan dirinya secara netral dalam kancah perpolitikan, sebagaimana komitmen yang disampaikan oleh Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf untuk menjauhkan lembaga tersebut dari politik.
“Jangan sampai NU itu terlalu asik dan dibawa oleh kepentingan PKB. Supaya yang namanya NU itu tidak terkotak-kotak, tidak di tarik sana sini,” katanya.
Tidak hanya itu, Efriza mengatakan, teguran yang jatuh kepada Cak Imin juga menjadi satu isyarat bahwa sesungguhnya PBNU belum memantapkan pilihannya kepada Wakil Ketua DPR tersebut.
“Disini terlihat bahwa NU secara tidak langsung tidak ingin menyatakan bahwa dia adalah pendukung atau loyalis dari Cak Imin, jadi NU suaranya belum fix ke Cak Imin,” jelasnya.
Sebelumnya, Cak Imin mendatangi beberapa PCNU-PCNU di Jawa Timur guna mendapatkan dukungan untuk maju pada Pilpres 2024 mendatang, namun hal itu mendapat tentangan dari PBNU.
Bahkan PBNU secara resmi telah memanggil PCNU Banyuwangi dan PCNU Sidoarjo, untuk mendapatkan klarifikasi atas kegiatan yang berbau politik praktis tersebut. (DP)
Editor: B.J Pasaribu
(RuPol)